Tugas pengrajin meja dan kursi memotong, membelah kayu, dan membentuk
produknya. Mereka juga harus memakunya agar bentuk yang sudah jadi tidak
berantakan seperti tumpukan potongan kayu bakar di sudut dapur.
Jelas
ini tugas mereka. Jangan sekali coba selain mereka melakukan. Kalau itu
terjadi, maka meja dan kursi akan kehilangan bentuknya.
Sekurang-kurangnya menjadi bahan tertawaan anak-anak. Karena, kegiatan
memaku dan memotong kayu ada ilmunya sendiri. Menggergaji pun pakai
ilmu. “Serahkan kepada ahlinya,” kata pepatah. Setuju. Agar, sabda orang
bijak itu ada benarnya. ingat, keahlian tidak berkaitan dengan gelar
jabatan di kantor, kampus, atau pasar. Keahlian semata urusan
ketelatenan.
Selesai tugas, mereka lepas tangan dari penggunaan
meja dan kursi yang dibuatnya. Mereka tidak tahu kalau suatu saat meja
dan kursi digunakan untuk belajar, makan, menunjang komputer, atau
lain-lain keperluan. Tetapi mereka juga tidak mengira kalau tempo-tempo
kursi itu dilempar atau meja dibanting seorang suami yang tengah sewot
terhadap istrinya atau anak kolokan yang durjana kepada orang tuanya.
Meskipun
tidak harus, meja dan kursi bisa saja dipakai untuk musyawarah dalam
menentukan persoalan. Meja dan kursi sangat penting di sini sepenting
musyawarah itu sendiri. Musyawarah diperlukan untuk menentukan duduk
persoalan. Persoalan apapun. Mencari maslahat dan mengusir mafsadat
tentu mesti duduk bareng. Tanpa musyawarah, seseorang akan berbuat
sekenanya sendiri. Ia akan liar dan idiot di tengah masyarakat.
Karena
pentingnya peran musyawarah, agama sangat menenkankan praktik
musyawarah kepada umat manusia. Dalam kitab Al-Azkar, Imam Nawawi
menyebut perihal itu.
قال الله
تعالى وشاورهم فى الأمر والأحاديث الصحيحة فى ذلك كثيرة مشهوره. وتغني هذه
الأية الكريمة عن كل شئ، فإنه إذا أمر الله سبحانه وتعالى فى كتابه نصا
جليا نبيه صلى الله عليه وسلم بالمشاورة مع أنه أكمل الخلق، فما الظن
بغيره؟
“Allah berfirman, ‘Hendaknya kamu (Muhammad)
bermsyawarah dengan mereka dalam suatu urusan’. Sementara hadis sahih
perihal musyawarah ini banyak sekali dan terkenal. Satu ayat mulia ini
cukup memadai untuk menyebutkan yang banyak itu. Perhatikan, dalam
kitab-Nya dengan nash yang terang Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk
musyawarah. Kalau Nabi-Nya sebagai makhluk paling mulia diperintah untuk
itu, apalagi yang bukan Nabi?”
Musyawarah menjadi tiang
pergaulan antaramanusia dari pergaulan seluas-luasnya hingga yang
terkecil antara suami-istri dan orang tua-anak. Tanpa dialog terbuka
untuk menetapkan masalah dan kesepakatan tertentu, arus pergaulan
menjadi kusut. Kalau tidak cekcok terus menerus, sekurang-kurangnya satu
sama lain merajuk tanpa penjelasan. Dan musyarawah baru pintu pertama
dalam kehidupan bersama. Sedangkan konsisten atas hasil musyawarah
menjadi pintu selanjutnya. Wallahu a‘lam.
Musyawarah Ujung Tombak Pergaulan
Written By Yayasan Tarbiyatul Ulum Temayang Bojonegoro on Minggu, 15 September 2013 | 12.29
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Posting Komentar