Salah satu kekhasan pendidikan di Indonesia adalah adanya lembaga pendidikan pesantren. Secara historis, pesantren telah ada dalam waktu yang relatif lama. Sistem pendidikan pesantren telah ada semenjak para walisongo menyebarkan Islam di Indonesia. Seluruh walisongo memiliki pesantrennya sendiri-sendiri. Sunan Ampel dengan pesantren Ampelnya, Sunan Bonang dengan pesantren di Bonang Tuban, Sunan Drajat dengan pesantrennya di desa Drajat Lamongan, Sunan Giri dengan pesantren Giri di Gresik, dan sebagainya. Pesantren adalah institusi pertama di Nusantara yang mengembangkan pendidikan diniyah.
Sebagai lembaga pendidikan diniyah, maka
pesantren menjadi
tumpuan utama dalam proses peningkatan kualitas
keislaman masyarakat. Dalam kata lain, maju atau mundurnya ilmu
keagamaan waktu itu sangat tergantung kepada pesantren-pesantren.
Makanya pesantren menjadi garda depan dalam proses islamisasi di
Nusantara. Di masa awal proses islamisasi, maka pesantrenlah yang
mencetak agen penyebar Islam di Nusantara. Santri-santri Sunan Giri
menyebar sampai di Ternate, Lombok dan kepulauan sekitarnya. Makanya,
nama Sunan Giri begitu populer di masyarakat kepulauan Halmahera sebagai
penyebar Islam yang trans-kewilayahan.
Proses Islamisasi melalui pesantrenpun
juga terus berlangsung hingga sekarang. Agen-agen yang dihasilkan
pesantren pada gilirannya menjadi penyebar Islam yang paling atraktif.
Melalui ilmu keislaman yang dimilikinya mereka siap menjadi penyangga
Islam yang sangat kuat. Jauh sebelum dunia pesantren mengenal sistem
madrasi dan kemudian sistem pendidikan umum, maka pesantren menjadi
lembaga yang dengan sistem pendidikannya yang khas dapat menghasilkan
ahli-ahli agama yang sangat ulet. Melalui sistem wetonan, bandongan,
sorogan yang khas pesantren, maka dapat dihasilkan alumni pesantren yang
mandiri dan berkemampuan menjadi agen penyebar Islam yang sangat baik.
Mereka inilah yang sesungguhnya menjadi tulang punggung penyebar Islam
di Indonesia.
Perubahan pun tidak bisa ditolak.
Makanya terjadi perubahan di dunia pesantren, yang dalam khazanah
akademis disebut dari pesantren, madrasah ke sekolah. Meskipun demikian,
tetap ada yang khas di dalam dunia pesantren meskipun secara struktural
pesantren telah mengadopsi sistem madrasi bahkan sistem pendidikan
umum. Pesantren memang menerapkan konsep continuity and change atau dalam dalil pesantrennya “al-muhafadzatu alal qadimish shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah”. Yaitu terus melakukan perubahan dan adopsi inovasi tetapi tetap mempertahankan tradisi yang baik dan bermanfaat.
Salah satu yang terus ada di tengah
dunia pesantren tersebut dan mengalami fase pengembangan adalah madrasah
diniyah. Pendidikan keagamaan yang dilakukan melalui madrasah diniyah
merupakan suatu tradisi khas pesantren yang terus akan dilakukan, sebab
inti lembaga pesantren justru ada di sini. Ibaratnya adalah “jantung
hati” pesantren. Pesantren tanpa pendidikan diniyah tentu bukan
pesantren dalam hakikat pesantren. Pendidikan diniyah dalam banyak hal
dilakukan oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Pendidikan ini
dilakukan secara swakelola. Makanya, guru-guru madrasah diniyah dalam
banyak hal juga hanya memperoleh reward yang seadanya. Yang lebih
sering, pendidikan agama tersebut dikaitkan dengan konsep ”lillahi ta’ala”, sebuah istilah yang sering dikaitkan dengan konsep ”gratis dan murah.”
Disebabkan oleh kenyataan ini, maka
Pemerintah Propinsi Jawa Timur semenjak empat tahun lalu telah
menyelenggarakan program peningkatan kualitas madrasah diniyah melalui
pemberian beasiswa kepada guru-guru madrasah diniyah agar mereka
memiliki kualifikasi standart pendidik. Seperti banyak diketahui bahwa
para ustadz atau ustadzah yang mengajar di madrasah diniyah adalah
lulusan pesantren yang sangat kaya materi ajar namun dari sisi
metodologi kependidikan mungkin masih perlu diperkaya. Makanya program
peningkatan kualitas madrasah diniyah yang utama adalah penyetaraan guru
madrasah diniyah. Jika hal ini sudah dapat diraih maka para guru
madrasah diniyah tentunya akan dapat mengikuti program sertifikasi
pendidik karena syarat utamanya adalah lulusan setara Strata satu (S1).
Peningkatan kualitas lembaga pendidikan
merupakan sesuatu yang sangat urgen. Sebab peningkatan Sumber Daya
Manusia (SDM) tidak akan mungkin bisa dilakukan tanpa peningkatan
kualitas kelembagaannya. Dan di dalam kerangka ini, maka pengarusutamaan
kelayakan mengajar bagi para gurunya merupakan prioritasnya, dan baru
kemudian pemenuhan standart kualifikasi lainnya.
Guru yang baik akan menghasilkan lulusan
yang baik, sama halnya juru masak yang baik akan menghasilkan produk
masakan yang baik. Man behind the gun. Melalui kualitas guru yang baik,
maka mereka akan bisa melakukan improvisasi dan inovasi baru untuk
menjadikan muridnya menjadi lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar